Jumat, 15 Juli 2016

Yurisprudensi beserta komentar (Buku 2)



 BUKU 2
PERDATA (mulai 1980)

1.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 423 K/SIP/1980
Tanggal : 25 September 1980
Kaidah Hukum :
Karena tidak terbukti bahwa Penggugat adalah ibu yang tidak baik, Penggugat harus ditetapkan sebagai wali dari anaknya yang berumur 4 tahun.

Catatan Penulis :
Hati-hati memaknai kalimat negatif.

2.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 1075 K/SIP/1980
Tanggal : 8 Desember 1982
Kaidah Hukum :
Pengadilan Tinggi tidak salah menerapkan hukum karena petitum bertentangan dengan posita gugatan, gugatan tidak dapat diterima.

3.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 1230 K/SIP/1980
Tanggal : 29 Maret 1982
Kaidah Hukum :
Pembeli yang beritikad baik harus mendapatkan perlindungan hukum.

4.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 2438 K/SIP/1980
Tanggal : 22 Maret 1982
Kaidah Hukum :
Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak semua ahli waris turut sebagai pihak dalam perkara.

5.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 562 K/SIP/1981
Tanggal : 25 Mei 1981
Kaidah Hukum :
Hibah dari suami kepada istri mengenai barang asal tidak dapat disahkan, karena ahli waris suami tersebut menjadi kehilangan hak warisnya.

6.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/SIP/1982
Tanggal : 31 Mei 1983
Kaidah Hukum :
Gugatan mengenai perceraian tidak dapat digabungkan dengan gugatan mengenai harta benda perkawinan.

Catatan Penulis :
PN masih menganggap hal tersebut tidak bisa dilakukan kumulasi obyektif (penggabungan perkara dengan 2 atau lebih obyek tuntutan), sebaliknya PA bisa karena ada dasar hukumnya. Perihal hal ini lihat lebih lanjut dalam Yurisprudensi Nomor 348 K/AG/2002 tertanggal 17 Maret 2004.

7.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 1036 K/SIP/1982
Tanggal : 25 Mei 1983
Kaidah Hukum :
Putusan Pengadilan Tinggi tidak bertentangan dengan hukum karena Penggugat tidak berhasil membuktikan alasan gugatan perceraiannya sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 19 PP 9/1975; gugatan harus ditolak.

8.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 1072 K/SIP/1982
Tanggal : 24 Agustus 1983
Kaidah Hukum :
Gugatan cukup ditujukan kepada pihak yang secara feitelijk menguasai barang-barang sengketa.

9.            Putusan Mahkamah Agung Nomor 1326 K/SIP/1982
Tanggal : 19 Agustus 1982
Kaidah Hukum :
Jika atas barang yang disita dalam suatu perkara benar ada conservatoir beslag dalam perkara lain yang belum mempunyai kekuatan tetap, maka dapat dimohonkan penyitaan penyesuaian/vegelijkend beslag oleh pihak yang bersangkutan.

Catatan Penulis :
Sita penyesuaian atau yang dikenal dengan sita persamaan ini sayangnya

10.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 4 K/SIP/1983
Tanggal : 30 Juli 1983
Kaidah Hukum :
Berdasarkan hukum adat Jawa Tengah, pemberian kepada anak (ahli waris) tidak boleh merugikan ahli waris lainnya dan karenanya segala pemberian harus diperhitungkan pada waktu pembagian warisan.

11.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 10 K/SIP/1983
Tanggal : 7 Mei 1984
Kaidah Hukum :
Penguasaan saja terhadap tanah sengketa, tanpa bukti adanya alas hak (rechtstitel) atas penguasaan itu, belumlah membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik tanah tersebut.

12.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 568 K/SIP/1983
Tanggal : 28 Juli 1984
Kaidah Hukum :
Ketentuan, bahwa apabila dalam jangka waktu 6 bulan uang gadai tidak dikembalikan, maka rumah itu menjadi milik mutlak Tergugat I, adalah bertentangan dengan hukum dan harus dianggap tidak mengikat.

Catatan Penulis :
Kaidah serupa pada putusan MA 569 K/SIP/1983 tertanggal 13 Juni 1984.

13.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 588 K/SIP/1983
Tanggal : 28 Juli 1984
Kaidah Hukum :
Oleh karena Tergugat telah menyerahkan cek dan giro bilyet kepada Penggugat, maka dapat disimpulkan adanya hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat, dan dengan diterimanya cek, giro bilyet dan kuitansi, maka Penggugat mempunyai hak atas jumlah yang tertulis dalam cek, giro bilyet dan kuitansi tersebut.

14.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 597 K/SIP/1983
Tanggal : 8 Mei 1984
Kaidah Hukum :
Tuntutan Penggugat mengenai bunga 3% sebulan karena keterlambatan pembayaran harus ditolak karena dalam hal jual beli tidak ada persoalan bunga (Hukum Perdata).
Gugatan terhadap Tergugat I ditolak karena ia bertindak untuk dan atas nama PT sehingga hanya PT sajalah yang dapat dituntut pertanggungjawaban (Hukum Dagang).
Menurut Hukum Acara Perdata, conservatoir beslag yang diadakan bukan atas alasan-alasan yang disyaratkan dalam pasal 227 ayat I HIR tidak dapat dibenarkan; atas utang-utang PT tidak dapat diadakan conservatoir beslag terhadap harta pribadi direkturnya. Conservatoir beslag harus terlebih dahulu dilakukan terhadap barang-barang bergerak, dan jikalau barang-barang demikian tidak cukup (ada), baru terhadap barang-barang tidak bergerak. Conservatoir beslag yang telah diadakan tidak dapat dibenarkan karena nilai barang yang disita terlalu tinggi dibanding dengan nilai gugatan yang dikabulkan.

15.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 443 K/PDT/1984
Tanggal : 26 September 1984
Kaidah Hukum :
Karena rumah yang digugat merupakan harta bersama (gana-gini), istri Tergugat harus juga digugat.

16.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3191 K/PDT/1984
Tanggal : 8 Pebruari 1986
Kaidah Hukum :
Dengan tidak terpenuhinya janji Tergugat-asal untuk mengawini Penggugat-asal, Tergugat-asal telah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat; perbuatan Tergugat-asal tersebut merupakan satu perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian terhadap diri Penggugat-asal, maka Tergugat-asal wajib membayar kerugian. Adapun tuntutan ganti rugi yang diajukan Penggugat-asal terhadap semua biaya yang telah dikeluarkan selama hidup bersama itu haruslah ditolak karena tidak diperjanjikan sebelumnya.

17.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3180 K/PDT/1985
Tanggal : 28 Januari 1987
Kaidah Hukum :
Pengertian cekcok terus-menerus yang tidak dapat didamaikan (onheelbare tweespalt), penekanannya bukanlah pada penyebab cekcok yang harus dibuktikan, melainkan pada kenyataannya, yaitu benar terbukti adanya cekcok yang terus-menerus sehingga tidak dapat didamaikan lagi.

18.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3428 K/PDT/1985
Tanggal : 26 Pebruari 1990
Kaidah Hukum :
Surat bukti yang hanya merupakan suatu pernyataan tidaklah mengikat dan tidak dapat disamakan dengan kesaksian yang seharusnya diberikan di bawah sumpah di muka pengadilan.

19.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3597 K/PDT/1985
Tanggal : 7 Mei 1987
Kaidah Hukum :
Jual-beli dengan hak membeli kembali merupakan bentuk perjanjian menurut KUHPerdata pasal 1519 dst., sedangkan jual-beli tanah/rumah sesuai dengan UU Pokok Agraria dikuasai oleh hukum adat yang tidak mengenal bentuk jual-beli dengan hak membeli kembali. Maka perjanjian Penggugat dan Tergugat dalam perkara ini harus batal demi hukum.

20.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3726 K/PDT/1985
Tanggal : 30 Juni 1987
Kaidah Hukum :
Tenggang waktu untuk mengajukan klaim terhadap asuransi jiwa oleh ahli waris tertanggung dihitung sejak ahli waris tersebut mengetahui persyaratan untuk mengajukan klaim tersebut.

21.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3901 K/PDT/1985
Tanggal : 27 Juni 1984
Kaidah Hukum :
Surat bukti yang merupakan pernyataan belaka dari orang-orang yang member pernyataan tanpa diperiksa di persidangan (P.III) tidak mempunyai kekuatan pembuktian apa-apa (tidak dapat disamakan dengan kesaksian).

Catatan Penulis :
Tanggal putusan lebih dahulu dari nomor putusan, sehingga harus ditelusuri lagi kebenarannya.

22.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1020 K/PDT/1986
Tanggal : 29 September 1987
Kaidah Hukum :
Dalam suatu perkawinan apabila di antara suami-istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, seperti disebutkan dalam pasal 19 huruf f PP 9/1975, di mana hal ini diakui oleh Tergugat (pihak istri) dengan dikuatkan oleh keterangan para saksi, maka gugatan Penggugat (pihak suami) yang memohon perkawinan putus karena perceraian dapat dikabulkan. Tuntutan biaya nafkah hidup bagi istri selama belum kawin lagi yang harus ditanggung oleh suami dapat diajukan dalam gugatan tersendiri, demikian pula tuntutan pembagian harta bersama tidak dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian. Di dalam hal Pengadilan Negeri mengabulkan gugatan perceraian, maka di dalam dictum putusan harus ditambahkan “Memerintahkan kepada panitera pengganti atau pejabat yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan putusan ini kepada pegawai pencatat di tempat perceraian itu terjadi agar putusan perceraian tersebut dapat didaftarkan.”

23.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/PDT/1986
Tanggal : 20 Januari 1989
Kaidah Hukum :
UU 1/1974 tidak memuat ketentuan apapun yang melarang perkawinan beda agama. Tetapi dengan tidak diaturnya perkawinan antar-agama di dalam UU 1/1974, maka menghadapi kasus a quo terdapat kekosongan hukum. Padahal dalam kenyataan hidup masyarakat Indonesia yang pluralistik tidak sedikit terjadi perkawinan antar-agama. Maka tidaklah dapat dibenarkan kalau karena kekosongan hukum itu kenyataan dan kebutuhan sosial seperti tersebut di atas dibiarkan tidak terpecahkan secara hukum.
Bagi Pemohon beragama Islam yang akan melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki beragama Kristen Protestan tidak mungkin melangsungkan perkawinan di hadapan pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk. Satu-satunya kemungkinan adalah melangsungkan perkawinan di hadapan pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil.
Karena Pemohon telah mengajukan permohonan untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang pria Kristen Protestan kepada Kantor Catatan Sipil, hal itu harus ditafsirkan bahwa Pemohon berkehendak untuk melangsungkan perkawinan tidak secara Islam dan dengan demikian haruslah ditafsirkan pula bahwa Pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya, sehingga pasal 8 sub. F UU 1/1974 tentang perkawinan tidak lagi merupakan halangan untuk dilangsungkannya perkawinan mereka.

Catatan Penulis :
Menurut pertimbangan MA tentang Regeling op de Gemengde Huwelijken, S.1898 Nomor 158 – disingkat GHR, yang mengatur perkawinan antara orang-orang yang tunduk kepada hukum yang berlainan, dan perkawinan antara seorang yang beragama Kristen dan seorang yang tidak beragama Kristen dapat digolongkan sebagai perkawinan GHR jo. 66 UU 1/1974. Bahwa akan tetapi GHR tidak mungkin dapat dipakai karena perbedaan falsafah dalam memandang perkawinan. GHR & Perdata Barat memandang perkawinan hanya soal perdata saja, sedang UU Perkawinan ada unsure agama. MA menganggap dengan demikian ada kekosongan hukum dan harus dipecahkan agar tidak terjadi penyelundupan nilai-nilai sosial maupun agama dan atau hukum positif. Bahwa dari itu petitum permohonan dikabulkan sebagian, yaitu penolakan pencatatan oleh Catatan Sipil tidak beralasan, sedangkan penolakan oleh KUA dianggap beralasan. Bentuknya berupa permohonan dan bukan gugatan dalam perkara ini, sehingga langsung kasasi.

24.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1459 K/PDT/1986
Tanggal : 9 September 1987
Kaidah Hukum :
Berdasarkan pasal 35 ayat (2) UU 1/1974, harta bawaan dari masing-masing suami/istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dengan demikian, suami/istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya i.c. penghibahan oleh Tergugat I kepada Tergugat II.

25.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 2146 K/PDT/1986
Tanggal : 21 Nopember 1990
Kaidah Hukum :
Perlawanan terhadap putusan verstek secara formal dapat diterima, gugatan-gugatan semula harus diperiksa kembali dengan para pihak tetap pada kedudukan aslinya. Terlawan tetap sebagai Penggugat dan pelawan tetap sebagai Tergugat.

26.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 63 K/PDT/1987
Tanggal : 15 Oktober 1988
Kaidah Hukum :
Dalam hal Tergugat membayar harga barang yang dibelinya dengan giro bilyet yang ternyata tidak ada dananya/kosong, dapat diartikan bahwa Tergugat telah melakukan wanprestasi dan mempunyai utang/pinjaman kepada Penggugat sebesar harga barang tersebut dan tentang ganti rugi karena si pembeli terlambat membayar, maka ganti rugi tersebut adalah ganti rugi atas dasar bunga, yang tidak diperjanjikan, yaitu 6% setahun, sesuai dengan ketentuan yang telah menjadi yurisprudensi tetap Mahkamah Agung.

27.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1531 K/PDT/1987
Tanggal : 16 April 1986
Kaidah Hukum :
Akibat hukum bagi seorang pegawai negeri yang melakukan perceraian adalah wajib menyerahkan 1/3 gaji bersih yang diterima setiap bulannya kepada bekas isrinya, dan 1/3 kepada anak-anaknya. Bendaharawan gaji pada kantor/instansi di mana ia bekerja berhak memotongnya dan wajib menyerahkan kepada bekas istri dan anak-anaknya, karena kewajiban itu sudah melekat pada diri bendaharawan.

Catatan Penulis :
Tanggal putusan lebih dahulu dari nomor putusan, sehingga harus ditelusuri lagi kebenarannya.
Bahwa penulis tidak membaca pertimbangan putusan MA ini, namun kemungkinan besar dasar pertimbangan MA adalah Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dimana disebutkan : “Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
Sebenarnya aturan demikian adalah diskriminasi gender karena didasarkan pada jenis kelamin bukan pekerjaan. Lalu bilamana kalau ada halnya PNS perempuan dan suaminya adalah mengurus rumah tangga?

28.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 2866 K/PDT/1987
Tanggal : 15 Desember 1986
Kaidah Hukum :
Tujuan pengangkatan anak bukanlah untuk menerima kembali balas jasa dari si anak angkat kepada orangtua angkatnya, tetapi justru merupakan pelimpahan kasih saying orangtua kepada anak. Dengan demikian hubungan hukum pengangkatan anak yang telah disahkan pengadilan tidak dapat dinyatakan tidak berkekuatan hukum hanya dengan alasan bahwa anak angkat telah menelantarkan atau tidak merawat dengan baik orangtua angkatnya. Demikian pula harta gana-gini orangtua angkat, yang sudah direlakan dengan susukan dan prosedur yang sah menurut hukum kepada anak angkatnya, tidak dapat begitu saja ditarik kembali oleh yang merelakannya (orangtua angkat).

Catatan Penulis :
Tanggal putusan lebih dahulu dari nomor putusan, sehingga harus ditelusuri lagi kebenarannya.

29.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3783 K/PDT/1987
Tanggal : 14 Juni 1989
Kaidah Hukum :
Mahkamah Agung sebelum mengambil putusan akhir dapat menetapkan dalam putusan sela untuk mengadakan pemeriksaan tambahan yang dilakukan Mahkamah Agung sendiri agar mengetahui dengan jelas obyek sengketa, yaitu status dan lokasi tanah serta hal-hal lain yang bersangkutan dengan tanah sengketa yang dipandang perlu. Berdasarkan pemeriksaan tambahan tersebut dapat dinyatakan bahwa judex facti telah salah menerapkan hukum apabila ternyata Penggugat-asal tidak dapat membuktikan dalil sengketanya. Untuk mencari kebenaran fakta hukum dalam perkara perdata, Mahkamah Agung RI dapat memanggil dengan resmi dan mengadakan pemeriksaan tambahan kepada para pihak serta para saksi dalam siding permusyawaratan Mahkamah Agung. Tanah-tanah Negara yang di atasnya melekat hak-hak Eropa, misalnya tanah opstal, erfpacht, eigendom, dan lain-lain, tidak mungkin lagi akan melekat hak-hak lain di atasnya, misalnya tanah adat.

Catatan Penulis :
Bahwa di dalam putusan tersebut berbunyi :
“Mahkamah Agung mengadili : sebelum mengambil putusan akhir; menetapkan ….”
Jadi ada penetapan sela dahulu. Panggilan dalam perkara ini adalah langsung ke MA bukan mendelegasikannya ke PN.

30.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 263 K/PDT/1988
Tanggal : 30 Januari 1990
Kaidah Hukum :
1)      Masalah tidak sesuainya identitas batas tanah merupakan permasalahan hukum yang takluk pada pemeriksaan tingkat kasasi.
2)      Pendapat Pengadilan Tinggi, yang mengatakan bahwa ada cacat hibah semata-mata atas alasan identitas perbatasan yang kurang jelas, tanpa mempertimbangkan bahwa perbatasan suatu tanah selalu mengalami perubahan karena sering terjadi mutasi tanah di sekitarnya yang sekaligus mengakibatkan perubahan identitas perbatasan, adalah kesalahan penerapan hukum.

31.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1413 K/PDT/1988
Tanggal : 18 Mei 1990
Kaidah Hukum :
Apakah seorang anak angkat atau bukan tidak semata-mata tergantung pada formalitas pengangkatan anak, tetapi dilihat dari kenyataan yang ada, yaitu bahwa ia sejak bayi dipelihara, dikhitankan, dan dikawinkan oleh orangtua angkatnya.

32.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3176 K/PDT/1988
Tanggal : 19 April 1990
Kaidah Hukum :
Sebidang tanah yang sudah jelas memiliki sertifikat tidak dapat diperjualbelikan begitu saja berdasarkan surat girik, melainkan harus didasarkan atas sertifikat tanah yang bersangkutan, yang merupakan bukti autentik dan mutlak tentang kepemilikannya, sedangkan surat girik hanyalah sebagai tanda untuk membayar pajak.

33.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 41 K/PDT/1990
Tanggal : 27 Pebruari 1992
Kaidah Hukum :
Aparat peradilan yang bertindak melaksanakan tugas teknis peradilan atau kekuasaan kehakiman tidak dapat diperkarakan secara perdata. Tindakan aparat peradilan yang melanggar kewenangan atau melampaui batas yang dibenarkan hukum dapat diajukan kepada instansi peradilan yang lebih tinggi, dalam hal ini Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung untuk diadakan tindakan pengawasan. Atas tindakan penyelenggaraan peradilan yang mengandung cacat hukum dapat diajukan gugatan perdata untuk pembatalan, dengan menarik pihak yang mendapatkan hak dari tindakan tersebut sebagai tergugat, dan bukan hakim, juru sita, atau panitera yang bersangkutan.

Catatan Penulis :
Memang benar akan aneh jika badan peradilan harus mengadili dirinya sendiri. Seharusnya ada suatu lembaga tertentu yang bisa mengadili badan peradilan sebagai badan hukum publik dan oknum pejabat peradilan yang merugikan masyarakat demi asas equality before the law (persamaan di mata hukum). Perbandingannya badan publik pemerintah saja bisa digugat atas produk beschikking-nya di PTUN atau ganti rugi perdata di PN. Undang-Undang sebagai produk eksekutif (pemerintah) dan legislatif (DPR) saja bisa diuji Mahkamah Konstitusi. Intinya adalah lembaga diluar lembaganya sendiri yang mengawasi. Tidak tepat kalau alasannya karena badan peradilan tugasnya mengadili, maka peradilan dan pejabatnya tidak bisa diadili. Komisi Yudisial hanya memeriksa kode etik hakim dan bukan atas gugatan, sehingga bukan itu yang dimaksud. Bahwa sebagai contoh dapat dikemukakan contoh dalam hal keperdataan pada kasus pejabat peradilannya maupun badan peradilannya sendiri. Bahwa pada kasus dimana hakim telah terbukti menerima suap sehingga suatu seseorang menjadi dikalahkan, maka tidak adil jika hakim tidak dapat digugat ganti rugi karena perbuatan melawan hukum (PMH) dan hanya orang lain yang bisa (dalam yurisprudensi disebut : “orang yang menerima hak saja yang bisa digugat”). Mengacu pada yurisprudensi  MA Nomor 698 K/PDT/1995 (lihat di bawah), maka adalah adil apabila aparat pengadilan yang melakukan tindak pidana juga bisa digugat ganti rugi. Contoh lain yaitu seandainya sebuah Pengadilan Negeri mengklaim sebuah tanah sebagai miliknya, lalu instansi lain misalnya TNI juga mengklaim tanah itu miliknya. Siapa yang mengadili?

34.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 2064 K/PDT/1991
Tanggal : 28 Pebruari 1994
Kaidah Hukum :
Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum, khususnya dalam hal pembuktian bahwa legenbewijs yang merupakan aan wizingen tidak mematahkan bukti sempurna Sertipikat Hak Milik atas tanah yang sudah menurut prosedur.

Catatan Penulis :
Legenbewijs artinya bukti lawan, sedangkan aanwizigen adalah petunjuk atau sangkaan.
Pada PT, Pembanding (Tergugat-awal) menang dengan 2 saksi kalau tanah adalah milik orangtua Tergugat-awal. MA mengatakan Terbanding (Penggugat-awal) yang menang karena ada sertipikat atas nama orangtua Para Penggugat-awal. Dahulu orangtua Tergugat-awal tak sanggup membayar, oleh karenanya dibeli oleh orangtua Penggugat-awal, namun orangtua Tergugat-awal bisa menempati tanah tersebut.
Inti yurisprudensi ini yaitu persangkaan tidak bisa mengalakan bukti otentik.

35.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201 K/PDT/1991
Tanggal : 30 Januari 1996
Kaidah Hukum :
Pembeli yang beritikad baik harus dilindungi. Jual-beli yang dilakukan hanya pura-pura (proforma) saja hanya mengikat terhadap yang membuat perjanjian, dan tidak mengikat sama sekali kepada pihak ketiga yang membeli dengan itikad baik.

Catatan Penulis :
Apa yang terjadi dari sudut pandang hukum (jual-beli otentik) tetap dianggap demikian, meski kenyataanya ada surat pernyataan bahwa itu hanya pura-pura.
Contoh yang sering terjadi dan sudah menjadi rahasia umum adalah jual beli sesuai harga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), padahal harganya lebih dari itu. Hal ini sering digunakan untuk penghindaran PPh dan BPHTP, oleh karena pajak makin besar manakalanya nilai transaksinya makin besar, sedang minimal pajak sesuai NJOP harus dibayar meskipun harganya dibawah NJOP. Contoh lainnya adalah WNA yang membeli dengan pinjam nama sebagaimana dapat dilihat dalam Yurisprudensi Nomor 147 K/SIP/1979 tertanggal 25 September 1980.
Berdasar yurisprudensi dalam perkara nomor 3201 K/PDT/1991 ini, maka para pihak dapat melakukan celah menggunakan perjanjian jual-beli proforma, karena dapat ditafsirkan selama bukan pihak ketiga, maka tetap dianggap mengikat para pihak (penjual dan pembeli sepakat dan sama-sama tahu kalau transaksinya sebenarnya tidak sama dengan yang di akta). Bahwa oleh karenanya menurut penulis, dari sejak awal proforma ini tidak perlu ada karena akan membuat pertentangan 2 perjanjian yang diperjanjikan oleh pihak yang sama mengenai hal yang sama pula. Letak otentiknya menjadi tak bermakna.

36.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 234 K/PDT/1992
Tanggal : 20 Desember 1993
Kaidah Hukum :
Bahwa buku Letter C Desa bukan merupakan bukti hak milik, tetapi hanya merupakan petunjuk kewajiban seseorang untuk membayar pajak atas tanah yang dikuasainya.

37.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 2249 K/PDT/1992
Tanggal : 22 Juni 1994
Kaidah Hukum :
Pertengkaran antara Penggugat (suami) dan Tergugat (istri), karena ternyata Penggugat berhubungan dengan wanita lain (Betty) sebagai wanita simpanan dan telah hidup bersamanya, tidak dapat dijadikan alasan untuk perceraian, karena pertengkaran tersebut bukan perselisihan yang tidak dapat diharapkan untuk rukun kembali sebagaimana dimaksudkan pada pasal 19 f, PP 9/1975.

Catatan Penulis :
Penulis pernah menemui kasus serupa, dimana perkawinan tidak diputus cerai karena terbukti Penggunggat selingkuh. Ayah dari perempuan selingkuhan tersebut bersedia menjadi saksi di pengadilan dan pada akhirnya tidak diputus cerai.

Ada yurisprudensi serupa namun belum Penulis periksa lagi isi maupun kebenarannya, yaitu Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2751 K/Pdt/1988 tanggal 31 Mei 1989 menyatakan :

“Suami atau isteri atau pihak yang menjadi penyebab timbulnya perselisihan dan pertengkaran tidak berhak atau tidak dapat bertindak sebagai Penggugat menuntut perceraian berdasarkan pasal 19 huruf (f) PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”

Selanjutnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1981 dalam pertimbangan khususnya angka pertama dan kedua menyebutkan :
 “Menurut pengamatan Mahkamah Agung maka gugatan-gugatan perceraian (Pasal 20 P.P. No. 9 tahun 1975) dan surat permohonan dari suami untuk menceraikan isteri (Pasal 14 P.P. No. 9 tahun 1975) berdasarkan alasan terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga (Pasal 19 f P.P. No. 9 tahun 1975) yang diajukan kepada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah terus meningkat jumlahnya.
Dalam memeriksa perkara-perkara tersebut di atas dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung kerap menjumpai, bahwa :
1. pemeriksaan di muka sidang dilakukan terlalu summir, tanpa nampak adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk memperoleh gambaran mengenai kebenaran dan motif yang menjadi latar belakangnya;
2.tidak diselidiki siapa penyebab dari pada perselisihan tersebut sedangkan hal ini menentukan bagi Hakim untuk memberi keputusannya, mengingat penyebab perselisihan tidak mungkin dapat meminta cerai berdasarkan Pasal 19 f P.P. No. 9 tahun 1975;”

38.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1513 K/PDT/1994
Tanggal : 26 Agustus 1997
Kaidah Hukum :
Karena petitum yang berisi permohonan tentang perceraian dan tentang perwalian seharusnya dapat diperiksa dan diputus dalam satu putusan, maka petitum tentang perwalian yang telah diputus dalam bentuk penetapan harus dianggap sebagai putusan, sehingga permohonan kasasi atas penetapan tentang perwalian itu harus dianggap sebagai permohonan banding terhadap suatu putusan.

39.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1976 K/PDT/1994
Tanggal : 30 Mei 1996
Kaidah Hukum :
Merujuk pada Kepmensos 11/1977 dalam hal SIP yang dimiliki oleh penyewa sudah habis dan tidak/belum diperpanjang, maka ada alasan untuk menghukum penyewa untuk mengosongkan tanah dan rumah terperkara. Namun karena kedudukan ekonomi penyewa lebih lemah dari pihak yang menyewakan, maka pihak yang menyewakan wajib membayar pesangon kepada penyewa guna mencari tempat tinggal pengganti yang layak sebesar 25% dari harga pasaran tanah dan rumah sengketa.

40.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 494 K/PDT/1995
Tanggal : 12 Desember 1995
Kaidah Hukum :
Dengan tidak dilunasinya sisa utang Penggugat-asal pada tanggal 28 April 1989, terbukti Penggugat-asal telah melakukan wanprestasi (ingkar janji).
Mengenai besarnya denda keterlambatan 10% setiap bulan dari sisa utang pokok, meskipun hal itu diperjanjikan, denda sebesar itu tidak layak karena bertentangan dengan kepatutan dan rasa keadilan masyarakat dan adalah patut dan adil apabila denda keterlambatan membayar tersebut ditetapkan sebesar 3% (tiga persen) setiap bulan x Rp.280.000.000,- (dua ratus delapan puluh juta rupiah) terhitung sejak tanggal 8 Oktober 1991 dan sebesar 3% setiap bulan x Rp.180.000.000,- (seratus delapan puluh juta rupiah) terhitung sejak tanggal 8 Oktober 1991 sampai dengan sisa utang pokok dibayar lunas.

41.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 698 K/PDT/1995
Tanggal : 5 Maret 1996
Kaidah Hukum :
Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum dengan menyatakan putusan Pengadilan Negeri yang telah mempersalahkan Terdakwa dalam perkara pidana tidaklah dapat dijadikan patokan atau dasar untuk menggugat Tergugat untuk mengganti kerugian Penggugat. Kesalahan Termohon-kasasi/Tergugat-asal, yang telah dinyatakan terbukti berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kendari No. 12/Pid/B/1994/PN.Kdr yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dipakai sebagai dasar mengajukan gugatan secara perdata atas kerugian yang diderita Penggugat sebagai akibat dari perbuatan Terdakwa (Termohon kasasi/Tergugat-asal).

42.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 2743 K/PDT/1995
Tanggal : 18 Juni 1996
Kaidah Hukum :
Yang berhak menentukan untung rugi suatu perusahaan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan auditor dari Akuntan Publik. Gugatan ganti rugi, jika hanya digunakan oleh Direktur Utama tanpa ada pengesahan dari RUPS dan akuntan publik yang menyatakan perusahaan rugi, belum waktunya diajukan ke Pengadilan.

43.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3260 K/PDT/1995
Tanggal : 20 Juni 1996
Kaidah Hukum :
Sewa-menyewa rumah dengan perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya UU 4 Tahun 1992 dinyatakan berakhir dalam waktu 3 tahun setelah berlakunya UU tersebut.

Catatan Penulis :
Bahwa ada hal menarik di UU 4/1992 dimana penyewa yang tidak mau meninggalkan rumah dapat dipidanakan (vide Pasal 12 ayat [1] jo. Pasal 36 ayat [4]). Hal itu tidak diatur dalam UU yang memperbaharui UU 4/1992, yakni UU 1/2011.

44.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 507 K/PDT/1996
Tanggal : 29 Juli 1997
Kaidah Hukum :
Keterangan atau pengakuan salah satu pihak berperkara yang dilakukan di luar persidangan dan tidak di bawah sumpah tidak mempunyai kekuatan pembuktian dan tidak dapat melumpuhkan kekuatan pembuktian surat-surat bukti yang merupakan akta autentik;
Hubungan pinjam-meminjam uang, yang kemudian dalam rangka pelunasan utang dilanjutkan dengan jual-beli tanah sengketa, tidak dapat membatalkan akta jual-beli yang dibuat di hadapan PPAT, kecuali karena adanya paksaan, kekhilafan, atau penipuan.

45.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 534 K/PDT/1996
Tanggal : 18 Juni 1996
Kaidah Hukum :
Dalam perceraian tidak perlu dilihat siapa penyebab percekcokan atau salah satu pihak telah meninggalkan pihak lain, tetapi yang perlu dilihat adalah perkawinan itu sendiri, apakah masih dapat dipertahankan atau tidak.

Catatan Penulis :
Penggugat-awal (suami) dulu menggugat dan ditolak, maka Penggugat-awal menghubungi Tergugat-awal yang minggat untuk berkumpul yang ternyata Tergugat-awal tidak pulang. Alasan minggat inilah yang dijadikan gugatan cerai lagi (kedua) dan dikabulkan oleh PN. PT menganggap 19 f belum terbukti, tapi MA mengabulkan sebagaimana alasan tersebut di atas.

46.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1076 K/PDT/1996
Tanggal : 9 Maret 2000
Kaidah Hukum :
Walaupun sudah diperjanjikan dan disepakati oleh kedua belah pihak bahwa perjanjian wajib membayar bunga sebesar Rp.2,5% setiap bulan, bunga tersebut perlu disesuaikan dengan bunga yang berlaku di Bank Pemerintah, yaitu sebesar 18% setahun.

47.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1155 K/PDT/1996
Tanggal : 17 Desember 1997
Kaidah Hukum :
Tidaklah tepat alasan judex facti yang menyatakan tidak berwenang mengadili perkara asuransi dengan alasan dalam Kontrak Polis telah disepakati penyelesaian melalui arbitrase. Karena permohonan Pemohon-kasasi adalah mengenai pembatalan Surat Pernyataan Persetujuan Pembayaran Klaim, yang kedudukannya adalah di luar Kontrak Polis, maka Pengadilan Negeri berwenang mengadili perselisihan ini. Jika terdapat perselisihan tentang persetujuan pembayaran klaim yang kedudukannya di luar Kontrak Polis, maka diterapkan perselisihan yang murni menjadi wewenang badan peradilan.

48.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1409 K/PDT/1996
Tanggal : 21 Oktober 1997
Kaidah Hukum :
Apabila seseorang secara terus-menerus menguasai/menggarap tanah dan tidak pernah memindahtangankan hak usaha tanah tersebut kepada pihak lain dengan menerima pembayaran uang, maka ia adalah penggarap yang beritikad baik dan patut diberi hak sebagai pemilik atas tanah.

Catatan Penulis :
Bahwa sebagai perbandingan, dapat dilihat ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah :
“ Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluanpendahulunya, dengan syarat :
a.  penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b.  penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.”

49.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 935 K/PDT/1998
Tanggal : 21 Desember 1999
Kaidah Hukum :
Bukti tambahan tidak dapat mematahkan sumpah suppletoir yang telah dilakukan, sebab sumpah tersebut tidak tunduk pada pemeriksaan banding atau kasasi.

50.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 5096 K/PDT/1998
Tanggal : 28 April 2000
Kaidah Hukum :
1)      Pemberian/pembayaran yang dilakukan dengan bilyet giro kepada seseorang dapat disamakan dengan pengakuan utang, dengan demikian terbukti si pemberi mengakui mempunyai utang.
2)      Besarnya ganti rugi atas hilangnya keuntungan yang diharapkan sesuai dengan rasa keadilan adalah 10% per tahun terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri sampai utang dilunasi.

51.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1354 K/PDT/2000
Tanggal : 8 September 2003
Kaidah Hukum :
Suami-istri yang telah pisah tempat tinggal selama 4 tahun dan tidak saling peduli merupakan fakta adanya perselisihan dan pertengkaran sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga. Hal ini dapat dijadikan alasan untuk mengabulkan gugatan perceraian.

Catatan Penulis :
Kaidah ini termasuk sebagai alasan sebagaimana dalam Pasal 19 (f) PP 1/1975, yaitu adanya cekcok yang tak dapat diharapkan damai, yang terbukti dari fakta tidak tinggal bersama dan tidak saling peduli selama 4 tahun. Sebenarnya lebih mudah menggunakan alasan menurut Pasal 19 (b) PP 1/1975, yaitu dengan adanya salah satu pihak yang meninggalkan tempat kediaman bersama selama 2 tahun berturut-turut. Cekcok dalam Pasal 19 (f) PP 1/1975 sudah tidak diperlukan lagi. Hal ini pernah Penulis alami dan sadari, yaitu sulitnya pembuktian akan adanya cekcok meskipun kenyataannya cekcok itu luar biasa hebatnya. Suatu cekcok dalam rumah tangga pada umumnya sebuah aib yang sebisa mungkin tidak diketahui orang lain. Tanpa diketahui orang lain, maka minim saksi untuk pembuktian.

52.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1992 K/PDT/2000
Tanggal : 23 Oktober 2002
Kaidah Hukum :
1)      Bila eksepsi tidak dipertimbangkan, putusan dinyatakan tidak sempurna (onvoldoende gemotiveerd).
2)      Surat kuasa yang tidak menyebutkan semua nama Tergugat secara lengkap tidak menyebabkan surat kuasa tidak sah.

53.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 126 K/PDT/2001
Tanggal : 28 Agustus 2003
Kaidah Hukum :
Bila terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang masih di bawah umur seyogianya diserahkan pada orang terdekat dan akrab dengan si anak, yaitu ibu.

Catatan Penulis :
Perkataan “yaitu ibu” akan menimbulkan persepsi jika yang terdekat dan akrab dengan anak pastilah ibu, padahal bisa saja yang dekat dengan anak dan akrab pada perkara lain adalah ayah.

54.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1588 K/PDT/2001
Tanggal : 30 Juni 2004
Kaidah Hukum :
Sertifikat tanah yang terbit lebih dulu dari akta jual-beli tidak berdasarkan hukum dan dinyatakan batal. Penerbitan sertifikat tanah tanpa ada pengajuan permohonan dari pemilik adalah tidak sah.

55.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 3641 K/PDT/2001
Tanggal : 11 September 2002
Kaidah Hukum :
1)      Dalam asas kebebasan berkontrak, hakim berwenang untuk meneliti dan menyatakan bahwa kedudukan para pihak berada dalam keadaan tidak seimbang, sehingga salah satu pihak berada dalam keadaan tidak seimbang, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas menyatakan kehendaknya.
2)      Dalam perjanjian yang bersifat terbuka, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan kepatutan, keadilan, dan perikemanusiaan, dapat dipakai sebagai upaya perubahan terhadap ketentuan yang disepakati dalam perjanjian.

Catatan Penulis :
Penggugat-awal waktu itu dalam tahanan sehingga dalam keadaan yang tidak seimbang, meski Penggugat-awal ada Penasihat Hukum.

56.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 252 K/PDT/2001
Tanggal : 11 Juni 2004
Kaidah Hukum :
Pemenang lelang dinyatakan tidak beritikad baik dan tidak mendapat perlindungan hukum jika pemenang lelang ternyata adalah kreditor sendiri yang membeli dengan harga jauh lebih rendah dari agunan.

57.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 792 K/PDT/2002
Tanggal : 3 Januari 2003
Kaidah Hukum :
Perjanjian perdamaian yang disepakati oleh kedua belah pihak, tanpa paksaan, dan para pihak cakap untuk membuat perjanjian, meskipun salah satu pihak dalam status penahanan, perjanjian tersebut adalah tidak sah.

58.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 2773 K/PDT/2002
Tanggal : 19 Mei 2004
Kaidah Hukum :
Permohonan perlawanan untuk membatalkan putusan arbiter adalah cacat secara formal apabila diajukan melebihi tenggang waktu 30 hari.

59.        Putusan Mahkamah Agung Nomor 1498 K/PDT/2006
Tanggal : 23 Januari 2008
Kaidah Hukum :
1)      Dalam keadaan tertentu, fotokopi dapat diterima sebagai bukti. Dalam perkara ini, Majelis Hakim tingkat pertama menggunakan alat bukti fotokopi untuk menunjang pengakuan Termohon-kasasi/Tergugat III, bahwa tanah sengketa semula milik orangtua Pemohon-kasasi/Penggugat yang setelah beralih ke tangan Termohon Kasasi/Tergugat II kemudian dibeli oleh Termohon-kasasi/Tergugat III.
2)      Untuk membuktikan apakah jual-beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar, berdasarkan asas bilijkheid beginsel, maka yang harus membuktikannya adalah pembeli (i.c. Termohon-kasasi/Tergugat III), karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk membuktikannya.

Catatan Penulis :
Bilikheid = kepatutan
Beginsel = atas dasar
Bilijkheid beginsel = atas dasar kepatutan

1 komentar:

  1. Brauchen Sie einen Geldautomaten?
    Wir haben eine geknackte ATM-Karte, mit der Sie Geld von jedem Geldautomaten abheben können, der Ihnen näher ist. Diese Karten sind in Visa / MasterCard erhältlich.
    Daher funktioniert es an jedem Geldautomaten, der Visa / MasterCard überall auf der Welt akzeptiert.
    Kann diese Karte verwendet werden, um Materialien im Laden zu kaufen?
    Sehr gut, mit dieser ATM-Karte können Sie sie in Postfächern verwenden. Mit dieser Bankkarte können Sie es online nutzen. Wenn Sie nach dieser Karte fragen, werden Sie informiert. Es ist notwendig, immer eine neue Karte zu bestellen, wenn Sie diese nach zwei Jahren in anderen nicht weiter verfolgen. Wenn Sie unsere Karte bereits bestellt haben, kontaktieren Sie uns bitte für eine Nachfüllung. Wir möchten nur die in Ihrem Besitz befindliche Bankkarte belasten. Wie viel Zeit benötigen Sie, um eine Bankomatkarte in meinem Land zu bekommen? Wenn Sie in den Vereinigten Staaten sind, erhalten Sie eine 48-Stunden-Garantie. Wenn Sie sich außerhalb der Vereinigten Staaten befinden, wird Ihre Karte zwischen 3 und 7 Werktage Garantie erhalten. WAS IST SICHERHEIT DIESE KARTE? Es ist 100% sicher, diese Karte zu benutzen. Weil es eine Geschenkkarte sein will. NEHMEN SIE KEINE ANDERE KARTE VON DIESER KARTE? Ja, wir können diese Karte 100% sicher verwenden. Weil es eine Geschenkkarte sein will. Laden Sie eine aktive und gültige Karte, Typ oder Karte. Bitte kontaktieren Sie uns für eine Rückerstattung (Prepaid-Karten, Kredit- / Debitkarten). WIE KANN ICH DIE ATM-KARTE BESTELLEN? Senden Sie uns eine E-Mail: (allianzhacker999@gmail.com)
    Wir haben auch andere Hacking-Dienste, die für Sie von Interesse sein könnten, wie Facebook, WhatsApp, Instagrame, Datenbank, Strafregister löschen, verlorene Dateien abrufen und Schulresultate verbessern. unsere Kontaktadresse über ALLIANCEHACKER999@GMAIL.COM

    BalasHapus