BUKU 2
PERDATA (mulai 1980)
1.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 423 K/SIP/1980
Tanggal
: 25 September 1980
Kaidah
Hukum :
Karena tidak terbukti bahwa
Penggugat adalah ibu yang tidak baik, Penggugat harus ditetapkan sebagai wali
dari anaknya yang berumur 4 tahun.
Catatan
Penulis :
Hati-hati memaknai kalimat negatif.
2.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1075 K/SIP/1980
Tanggal
: 8 Desember 1982
Kaidah
Hukum :
Pengadilan Tinggi tidak salah
menerapkan hukum karena petitum bertentangan dengan posita gugatan, gugatan
tidak dapat diterima.
3.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1230 K/SIP/1980
Tanggal
: 29 Maret 1982
Kaidah
Hukum :
Pembeli yang beritikad baik harus
mendapatkan perlindungan hukum.
4.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2438 K/SIP/1980
Tanggal
: 22 Maret 1982
Kaidah
Hukum :
Gugatan harus dinyatakan tidak dapat
diterima karena tidak semua ahli waris turut sebagai pihak dalam perkara.
5.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 562 K/SIP/1981
Tanggal
: 25 Mei 1981
Kaidah
Hukum :
Hibah dari suami kepada istri
mengenai barang asal tidak dapat disahkan, karena ahli waris suami tersebut
menjadi kehilangan hak warisnya.
6.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/SIP/1982
Tanggal
: 31 Mei 1983
Kaidah
Hukum :
Gugatan mengenai perceraian tidak
dapat digabungkan dengan gugatan mengenai harta benda perkawinan.
Catatan Penulis :
PN masih menganggap hal tersebut
tidak bisa dilakukan kumulasi obyektif (penggabungan perkara dengan 2 atau
lebih obyek tuntutan), sebaliknya PA bisa karena ada dasar hukumnya. Perihal
hal ini lihat lebih lanjut dalam Yurisprudensi Nomor 348 K/AG/2002 tertanggal
17 Maret 2004.
7.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1036 K/SIP/1982
Tanggal
: 25 Mei 1983
Kaidah
Hukum :
Putusan Pengadilan Tinggi tidak
bertentangan dengan hukum karena Penggugat tidak berhasil membuktikan alasan
gugatan perceraiannya sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 19 PP 9/1975;
gugatan harus ditolak.
8.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1072 K/SIP/1982
Tanggal
: 24 Agustus 1983
Kaidah
Hukum :
Gugatan cukup ditujukan kepada pihak
yang secara feitelijk menguasai
barang-barang sengketa.
9.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1326 K/SIP/1982
Tanggal
: 19 Agustus 1982
Kaidah
Hukum :
Jika atas barang yang disita dalam
suatu perkara benar ada conservatoir
beslag dalam perkara lain yang belum mempunyai kekuatan tetap, maka dapat
dimohonkan penyitaan penyesuaian/vegelijkend
beslag oleh pihak yang bersangkutan.
Catatan Penulis :
Sita penyesuaian atau yang dikenal
dengan sita persamaan ini sayangnya
10.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 4 K/SIP/1983
Tanggal
: 30 Juli 1983
Kaidah
Hukum :
Berdasarkan hukum adat Jawa Tengah,
pemberian kepada anak (ahli waris) tidak boleh merugikan ahli waris lainnya dan
karenanya segala pemberian harus diperhitungkan pada waktu pembagian warisan.
11.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 10 K/SIP/1983
Tanggal
: 7 Mei 1984
Kaidah
Hukum :
Penguasaan saja terhadap tanah
sengketa, tanpa bukti adanya alas hak (rechtstitel)
atas penguasaan itu, belumlah membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah
pemilik tanah tersebut.
12.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 568 K/SIP/1983
Tanggal
: 28 Juli 1984
Kaidah
Hukum :
Ketentuan, bahwa apabila dalam
jangka waktu 6 bulan uang gadai tidak dikembalikan, maka rumah itu menjadi
milik mutlak Tergugat I, adalah bertentangan dengan hukum dan harus dianggap
tidak mengikat.
Catatan
Penulis :
Kaidah serupa pada putusan MA 569
K/SIP/1983 tertanggal 13 Juni 1984.
13.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 588 K/SIP/1983
Tanggal
: 28 Juli 1984
Kaidah
Hukum :
Oleh karena Tergugat telah
menyerahkan cek dan giro bilyet kepada Penggugat, maka dapat disimpulkan adanya
hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat, dan dengan diterimanya cek, giro
bilyet dan kuitansi, maka Penggugat mempunyai hak atas jumlah yang tertulis
dalam cek, giro bilyet dan kuitansi tersebut.
14.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 597 K/SIP/1983
Tanggal
: 8 Mei 1984
Kaidah
Hukum :
Tuntutan Penggugat mengenai bunga 3%
sebulan karena keterlambatan pembayaran harus ditolak karena dalam hal jual
beli tidak ada persoalan bunga (Hukum Perdata).
Gugatan terhadap Tergugat I ditolak
karena ia bertindak untuk dan atas nama PT sehingga hanya PT sajalah yang dapat
dituntut pertanggungjawaban (Hukum Dagang).
Menurut Hukum Acara Perdata, conservatoir beslag yang diadakan bukan
atas alasan-alasan yang disyaratkan dalam pasal 227 ayat I HIR tidak dapat
dibenarkan; atas utang-utang PT tidak dapat diadakan conservatoir beslag terhadap harta pribadi direkturnya. Conservatoir beslag harus terlebih
dahulu dilakukan terhadap barang-barang bergerak, dan jikalau barang-barang demikian
tidak cukup (ada), baru terhadap barang-barang tidak bergerak. Conservatoir beslag yang telah diadakan
tidak dapat dibenarkan karena nilai barang yang disita terlalu tinggi dibanding
dengan nilai gugatan yang dikabulkan.
15.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 443 K/PDT/1984
Tanggal
: 26 September 1984
Kaidah
Hukum :
Karena rumah yang digugat merupakan
harta bersama (gana-gini), istri Tergugat harus juga digugat.
16.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3191 K/PDT/1984
Tanggal
: 8 Pebruari 1986
Kaidah
Hukum :
Dengan tidak terpenuhinya janji
Tergugat-asal untuk mengawini Penggugat-asal, Tergugat-asal telah melanggar
norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat; perbuatan Tergugat-asal
tersebut merupakan satu perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian
terhadap diri Penggugat-asal, maka Tergugat-asal wajib membayar kerugian.
Adapun tuntutan ganti rugi yang diajukan Penggugat-asal terhadap semua biaya
yang telah dikeluarkan selama hidup bersama itu haruslah ditolak karena tidak
diperjanjikan sebelumnya.
17.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3180 K/PDT/1985
Tanggal
: 28 Januari 1987
Kaidah
Hukum :
Pengertian cekcok terus-menerus yang
tidak dapat didamaikan (onheelbare
tweespalt), penekanannya bukanlah pada penyebab cekcok yang harus
dibuktikan, melainkan pada kenyataannya, yaitu benar terbukti adanya cekcok
yang terus-menerus sehingga tidak dapat didamaikan lagi.
18.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3428 K/PDT/1985
Tanggal
: 26 Pebruari 1990
Kaidah
Hukum :
Surat bukti yang hanya merupakan
suatu pernyataan tidaklah mengikat dan tidak dapat disamakan dengan kesaksian
yang seharusnya diberikan di bawah sumpah di muka pengadilan.
19.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3597 K/PDT/1985
Tanggal
: 7 Mei 1987
Kaidah
Hukum :
Jual-beli dengan hak membeli kembali
merupakan bentuk perjanjian menurut KUHPerdata pasal 1519 dst., sedangkan
jual-beli tanah/rumah sesuai dengan UU Pokok Agraria dikuasai oleh hukum adat
yang tidak mengenal bentuk jual-beli dengan hak membeli kembali. Maka
perjanjian Penggugat dan Tergugat dalam perkara ini harus batal demi hukum.
20.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3726 K/PDT/1985
Tanggal
: 30 Juni 1987
Kaidah
Hukum :
Tenggang waktu untuk mengajukan
klaim terhadap asuransi jiwa oleh ahli waris tertanggung dihitung sejak ahli
waris tersebut mengetahui persyaratan untuk mengajukan klaim tersebut.
21.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3901 K/PDT/1985
Tanggal
: 27 Juni 1984
Kaidah
Hukum :
Surat bukti yang merupakan
pernyataan belaka dari orang-orang yang member pernyataan tanpa diperiksa di
persidangan (P.III) tidak mempunyai kekuatan pembuktian apa-apa (tidak dapat
disamakan dengan kesaksian).
Catatan
Penulis :
Tanggal putusan lebih dahulu dari
nomor putusan, sehingga harus ditelusuri lagi kebenarannya.
22.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1020 K/PDT/1986
Tanggal
: 29 September 1987
Kaidah
Hukum :
Dalam suatu perkawinan apabila di
antara suami-istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, seperti disebutkan
dalam pasal 19 huruf f PP 9/1975, di mana hal ini diakui oleh Tergugat (pihak
istri) dengan dikuatkan oleh keterangan para saksi, maka gugatan Penggugat
(pihak suami) yang memohon perkawinan putus karena perceraian dapat dikabulkan.
Tuntutan biaya nafkah hidup bagi istri selama belum kawin lagi yang harus
ditanggung oleh suami dapat diajukan dalam gugatan tersendiri, demikian pula
tuntutan pembagian harta bersama tidak dapat diajukan bersama-sama dengan
gugatan perceraian. Di dalam hal Pengadilan Negeri mengabulkan gugatan
perceraian, maka di dalam dictum putusan harus ditambahkan “Memerintahkan
kepada panitera pengganti atau pejabat yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan
putusan ini kepada pegawai pencatat di tempat perceraian itu terjadi agar
putusan perceraian tersebut dapat didaftarkan.”
23.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/PDT/1986
Tanggal
: 20 Januari 1989
Kaidah
Hukum :
UU 1/1974 tidak memuat ketentuan
apapun yang melarang perkawinan beda agama. Tetapi dengan tidak diaturnya
perkawinan antar-agama di dalam UU 1/1974, maka menghadapi kasus a quo terdapat kekosongan hukum. Padahal
dalam kenyataan hidup masyarakat Indonesia yang pluralistik tidak sedikit
terjadi perkawinan antar-agama. Maka tidaklah dapat dibenarkan kalau karena
kekosongan hukum itu kenyataan dan kebutuhan sosial seperti tersebut di atas
dibiarkan tidak terpecahkan secara hukum.
Bagi Pemohon beragama Islam yang
akan melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki beragama Kristen
Protestan tidak mungkin melangsungkan perkawinan di hadapan pegawai Pencatat
Nikah, Talak, dan Rujuk. Satu-satunya kemungkinan adalah melangsungkan
perkawinan di hadapan pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil.
Karena Pemohon telah mengajukan
permohonan untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang pria Kristen Protestan
kepada Kantor Catatan Sipil, hal itu harus ditafsirkan bahwa Pemohon
berkehendak untuk melangsungkan perkawinan tidak secara Islam dan dengan
demikian haruslah ditafsirkan pula bahwa Pemohon sudah tidak lagi menghiraukan
status agamanya, sehingga pasal 8 sub. F UU 1/1974 tentang perkawinan tidak
lagi merupakan halangan untuk dilangsungkannya perkawinan mereka.
Catatan
Penulis :
Menurut pertimbangan MA tentang Regeling op de Gemengde Huwelijken,
S.1898 Nomor 158 – disingkat GHR, yang mengatur perkawinan antara orang-orang
yang tunduk kepada hukum yang berlainan, dan perkawinan antara seorang yang
beragama Kristen dan seorang yang tidak beragama Kristen dapat digolongkan
sebagai perkawinan GHR jo. 66 UU 1/1974. Bahwa akan tetapi GHR tidak mungkin
dapat dipakai karena perbedaan falsafah dalam memandang perkawinan. GHR &
Perdata Barat memandang perkawinan hanya soal perdata saja, sedang UU
Perkawinan ada unsure agama. MA menganggap dengan demikian ada kekosongan hukum
dan harus dipecahkan agar tidak terjadi penyelundupan nilai-nilai sosial maupun
agama dan atau hukum positif. Bahwa dari itu petitum permohonan dikabulkan
sebagian, yaitu penolakan pencatatan oleh Catatan Sipil tidak beralasan,
sedangkan penolakan oleh KUA dianggap beralasan. Bentuknya berupa permohonan
dan bukan gugatan dalam perkara ini, sehingga langsung kasasi.
24.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1459 K/PDT/1986
Tanggal
: 9 September 1987
Kaidah
Hukum :
Berdasarkan pasal 35 ayat (2) UU
1/1974, harta bawaan dari masing-masing suami/istri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dengan demikian,
suami/istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan
hukum mengenai harta bendanya i.c.
penghibahan oleh Tergugat I kepada Tergugat II.
25.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2146 K/PDT/1986
Tanggal
: 21 Nopember 1990
Kaidah
Hukum :
Perlawanan terhadap putusan verstek secara formal dapat diterima,
gugatan-gugatan semula harus diperiksa kembali dengan para pihak tetap pada
kedudukan aslinya. Terlawan tetap sebagai Penggugat dan pelawan tetap sebagai
Tergugat.
26.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 63 K/PDT/1987
Tanggal
: 15 Oktober 1988
Kaidah
Hukum :
Dalam hal Tergugat membayar harga
barang yang dibelinya dengan giro bilyet yang ternyata tidak ada
dananya/kosong, dapat diartikan bahwa Tergugat telah melakukan wanprestasi dan
mempunyai utang/pinjaman kepada Penggugat sebesar harga barang tersebut dan
tentang ganti rugi karena si pembeli terlambat membayar, maka ganti rugi
tersebut adalah ganti rugi atas dasar bunga, yang tidak diperjanjikan, yaitu 6%
setahun, sesuai dengan ketentuan yang telah menjadi yurisprudensi tetap
Mahkamah Agung.
27.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1531 K/PDT/1987
Tanggal
: 16 April 1986
Kaidah
Hukum :
Akibat hukum bagi seorang pegawai
negeri yang melakukan perceraian adalah wajib menyerahkan 1/3 gaji bersih yang
diterima setiap bulannya kepada bekas isrinya, dan 1/3 kepada anak-anaknya.
Bendaharawan gaji pada kantor/instansi di mana ia bekerja berhak memotongnya
dan wajib menyerahkan kepada bekas istri dan anak-anaknya, karena kewajiban itu
sudah melekat pada diri bendaharawan.
Catatan
Penulis :
Tanggal putusan lebih dahulu dari
nomor putusan, sehingga harus ditelusuri lagi kebenarannya.
Bahwa penulis tidak membaca
pertimbangan putusan MA ini, namun kemungkinan besar dasar pertimbangan MA
adalah Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dimana disebutkan :
“Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk
Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya,
dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
Sebenarnya aturan demikian adalah
diskriminasi gender karena didasarkan pada jenis kelamin bukan pekerjaan. Lalu
bilamana kalau ada halnya PNS perempuan dan suaminya adalah mengurus rumah
tangga?
28.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2866 K/PDT/1987
Tanggal
: 15 Desember 1986
Kaidah
Hukum :
Tujuan pengangkatan anak bukanlah
untuk menerima kembali balas jasa dari si anak angkat kepada orangtua
angkatnya, tetapi justru merupakan pelimpahan kasih saying orangtua kepada
anak. Dengan demikian hubungan hukum pengangkatan anak yang telah disahkan
pengadilan tidak dapat dinyatakan tidak berkekuatan hukum hanya dengan alasan bahwa
anak angkat telah menelantarkan atau tidak merawat dengan baik orangtua
angkatnya. Demikian pula harta gana-gini orangtua angkat, yang sudah direlakan
dengan susukan dan prosedur yang sah menurut hukum kepada anak angkatnya, tidak
dapat begitu saja ditarik kembali oleh yang merelakannya (orangtua angkat).
Catatan
Penulis :
Tanggal putusan lebih dahulu dari
nomor putusan, sehingga harus ditelusuri lagi kebenarannya.
29.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3783 K/PDT/1987
Tanggal
: 14 Juni 1989
Kaidah
Hukum :
Mahkamah Agung sebelum mengambil
putusan akhir dapat menetapkan dalam putusan sela untuk mengadakan pemeriksaan
tambahan yang dilakukan Mahkamah Agung sendiri agar mengetahui dengan jelas
obyek sengketa, yaitu status dan lokasi tanah serta hal-hal lain yang bersangkutan
dengan tanah sengketa yang dipandang perlu. Berdasarkan pemeriksaan tambahan
tersebut dapat dinyatakan bahwa judex
facti telah salah menerapkan hukum apabila ternyata Penggugat-asal tidak
dapat membuktikan dalil sengketanya. Untuk mencari kebenaran fakta hukum dalam
perkara perdata, Mahkamah Agung RI dapat memanggil dengan resmi dan mengadakan
pemeriksaan tambahan kepada para pihak serta para saksi dalam siding
permusyawaratan Mahkamah Agung. Tanah-tanah Negara yang di atasnya melekat
hak-hak Eropa, misalnya tanah opstal,
erfpacht, eigendom, dan lain-lain, tidak mungkin lagi akan melekat hak-hak
lain di atasnya, misalnya tanah adat.
Catatan
Penulis :
Bahwa di dalam putusan tersebut
berbunyi :
“Mahkamah
Agung mengadili : sebelum mengambil putusan akhir; menetapkan ….”
Jadi ada penetapan sela dahulu.
Panggilan dalam perkara ini adalah langsung ke MA bukan mendelegasikannya ke
PN.
30.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 263 K/PDT/1988
Tanggal
: 30 Januari 1990
Kaidah
Hukum :
1)
Masalah
tidak sesuainya identitas batas tanah merupakan permasalahan hukum yang takluk
pada pemeriksaan tingkat kasasi.
2)
Pendapat
Pengadilan Tinggi, yang mengatakan bahwa ada cacat hibah semata-mata atas alasan
identitas perbatasan yang kurang jelas, tanpa mempertimbangkan bahwa perbatasan
suatu tanah selalu mengalami perubahan karena sering terjadi mutasi tanah di
sekitarnya yang sekaligus mengakibatkan perubahan identitas perbatasan, adalah
kesalahan penerapan hukum.
31.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1413 K/PDT/1988
Tanggal
: 18 Mei 1990
Kaidah
Hukum :
Apakah seorang anak angkat atau
bukan tidak semata-mata tergantung pada formalitas pengangkatan anak, tetapi
dilihat dari kenyataan yang ada, yaitu bahwa ia sejak bayi dipelihara,
dikhitankan, dan dikawinkan oleh orangtua angkatnya.
32.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3176 K/PDT/1988
Tanggal
: 19 April 1990
Kaidah
Hukum :
Sebidang tanah yang sudah jelas
memiliki sertifikat tidak dapat diperjualbelikan begitu saja berdasarkan surat
girik, melainkan harus didasarkan atas sertifikat tanah yang bersangkutan, yang
merupakan bukti autentik dan mutlak tentang kepemilikannya, sedangkan surat
girik hanyalah sebagai tanda untuk membayar pajak.
33.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 41 K/PDT/1990
Tanggal
: 27 Pebruari 1992
Kaidah
Hukum :
Aparat peradilan yang bertindak
melaksanakan tugas teknis peradilan atau kekuasaan kehakiman tidak dapat
diperkarakan secara perdata. Tindakan aparat peradilan yang melanggar
kewenangan atau melampaui batas yang dibenarkan hukum dapat diajukan kepada
instansi peradilan yang lebih tinggi, dalam hal ini Pengadilan Tinggi atau
Mahkamah Agung untuk diadakan tindakan pengawasan. Atas tindakan
penyelenggaraan peradilan yang mengandung cacat hukum dapat diajukan gugatan
perdata untuk pembatalan, dengan menarik pihak yang mendapatkan hak dari
tindakan tersebut sebagai tergugat, dan bukan hakim, juru sita, atau panitera
yang bersangkutan.
Catatan
Penulis :
Memang benar akan aneh jika badan
peradilan harus mengadili dirinya sendiri. Seharusnya ada suatu lembaga
tertentu yang bisa mengadili badan peradilan sebagai badan hukum publik dan
oknum pejabat peradilan yang merugikan masyarakat demi asas equality before the law (persamaan di
mata hukum). Perbandingannya badan publik pemerintah saja bisa digugat atas
produk beschikking-nya di PTUN atau
ganti rugi perdata di PN. Undang-Undang sebagai produk eksekutif (pemerintah)
dan legislatif (DPR) saja bisa diuji Mahkamah Konstitusi. Intinya adalah
lembaga diluar lembaganya sendiri yang mengawasi. Tidak tepat kalau alasannya
karena badan peradilan tugasnya mengadili, maka peradilan dan pejabatnya tidak
bisa diadili. Komisi Yudisial hanya memeriksa kode etik hakim dan bukan atas
gugatan, sehingga bukan itu yang dimaksud. Bahwa sebagai contoh dapat
dikemukakan contoh dalam hal keperdataan pada kasus pejabat peradilannya maupun
badan peradilannya sendiri. Bahwa pada kasus dimana hakim telah terbukti
menerima suap sehingga suatu seseorang menjadi dikalahkan, maka tidak adil jika
hakim tidak dapat digugat ganti rugi karena perbuatan melawan hukum (PMH) dan
hanya orang lain yang bisa (dalam yurisprudensi disebut : “orang yang menerima
hak saja yang bisa digugat”). Mengacu pada yurisprudensi MA Nomor 698 K/PDT/1995 (lihat di bawah), maka
adalah adil apabila aparat pengadilan yang melakukan tindak pidana juga bisa
digugat ganti rugi. Contoh lain yaitu seandainya sebuah Pengadilan Negeri mengklaim
sebuah tanah sebagai miliknya, lalu instansi lain misalnya TNI juga mengklaim
tanah itu miliknya. Siapa yang mengadili?
34.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2064 K/PDT/1991
Tanggal
: 28 Pebruari 1994
Kaidah
Hukum :
Pengadilan Tinggi salah menerapkan
hukum, khususnya dalam hal pembuktian bahwa legenbewijs
yang merupakan aan wizingen tidak
mematahkan bukti sempurna Sertipikat Hak Milik atas tanah yang sudah menurut
prosedur.
Catatan
Penulis :
Legenbewijs
artinya bukti
lawan, sedangkan aanwizigen adalah
petunjuk atau sangkaan.
Pada PT, Pembanding (Tergugat-awal)
menang dengan 2 saksi kalau tanah adalah milik orangtua Tergugat-awal. MA
mengatakan Terbanding (Penggugat-awal) yang menang karena ada sertipikat atas
nama orangtua Para Penggugat-awal. Dahulu orangtua Tergugat-awal tak sanggup
membayar, oleh karenanya dibeli oleh orangtua Penggugat-awal, namun orangtua
Tergugat-awal bisa menempati tanah tersebut.
Inti yurisprudensi ini yaitu
persangkaan tidak bisa mengalakan bukti otentik.
35.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201 K/PDT/1991
Tanggal
: 30 Januari 1996
Kaidah
Hukum :
Pembeli yang beritikad baik harus
dilindungi. Jual-beli yang dilakukan hanya pura-pura (proforma) saja hanya
mengikat terhadap yang membuat perjanjian, dan tidak mengikat sama sekali
kepada pihak ketiga yang membeli dengan itikad baik.
Catatan
Penulis :
Apa yang terjadi dari sudut pandang
hukum (jual-beli otentik) tetap dianggap demikian, meski kenyataanya ada surat
pernyataan bahwa itu hanya pura-pura.
Contoh yang sering terjadi dan sudah
menjadi rahasia umum adalah jual beli sesuai harga Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP), padahal harganya lebih dari itu. Hal ini sering digunakan untuk
penghindaran PPh dan BPHTP, oleh karena pajak makin besar manakalanya nilai
transaksinya makin besar, sedang minimal pajak sesuai NJOP harus dibayar
meskipun harganya dibawah NJOP. Contoh lainnya adalah WNA yang membeli dengan
pinjam nama sebagaimana dapat dilihat dalam Yurisprudensi Nomor 147 K/SIP/1979
tertanggal 25 September 1980.
Berdasar yurisprudensi dalam perkara
nomor 3201 K/PDT/1991 ini, maka para
pihak dapat melakukan celah menggunakan perjanjian jual-beli proforma, karena
dapat ditafsirkan selama bukan pihak ketiga, maka tetap dianggap mengikat para
pihak (penjual dan pembeli sepakat dan sama-sama tahu kalau transaksinya
sebenarnya tidak sama dengan yang di akta). Bahwa oleh karenanya menurut
penulis, dari sejak awal proforma ini tidak perlu ada karena akan membuat
pertentangan 2 perjanjian yang diperjanjikan oleh pihak yang sama mengenai hal
yang sama pula. Letak otentiknya menjadi tak bermakna.
36.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 234 K/PDT/1992
Tanggal
: 20 Desember 1993
Kaidah
Hukum :
Bahwa buku Letter C Desa bukan
merupakan bukti hak milik, tetapi hanya merupakan petunjuk kewajiban seseorang
untuk membayar pajak atas tanah yang dikuasainya.
37.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2249 K/PDT/1992
Tanggal
: 22 Juni 1994
Kaidah
Hukum :
Pertengkaran antara Penggugat
(suami) dan Tergugat (istri), karena ternyata Penggugat berhubungan dengan
wanita lain (Betty) sebagai wanita simpanan dan telah hidup bersamanya, tidak
dapat dijadikan alasan untuk perceraian, karena pertengkaran tersebut bukan
perselisihan yang tidak dapat diharapkan untuk rukun kembali sebagaimana dimaksudkan
pada pasal 19 f, PP 9/1975.
Catatan Penulis :
Penulis
pernah menemui kasus serupa, dimana perkawinan tidak diputus cerai karena
terbukti Penggunggat selingkuh. Ayah dari perempuan selingkuhan tersebut
bersedia menjadi saksi di pengadilan dan pada akhirnya tidak diputus cerai.
Ada
yurisprudensi serupa namun belum Penulis periksa lagi isi maupun kebenarannya,
yaitu Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2751 K/Pdt/1988
tanggal 31 Mei 1989 menyatakan :
“Suami atau isteri atau pihak yang menjadi penyebab
timbulnya perselisihan dan pertengkaran tidak berhak atau tidak dapat bertindak
sebagai Penggugat menuntut perceraian berdasarkan pasal 19 huruf (f) PP Nomor 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”
Selanjutnya
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1981 dalam pertimbangan
khususnya angka pertama dan kedua menyebutkan :
“Menurut
pengamatan Mahkamah Agung maka gugatan-gugatan perceraian (Pasal 20 P.P. No. 9
tahun 1975) dan surat permohonan dari suami untuk menceraikan isteri (Pasal 14
P.P. No. 9 tahun 1975) berdasarkan alasan terus menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
(Pasal 19 f P.P. No. 9 tahun 1975) yang diajukan kepada Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah terus meningkat jumlahnya.
Dalam memeriksa perkara-perkara tersebut di atas
dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung kerap menjumpai, bahwa :
1. pemeriksaan di muka sidang dilakukan terlalu summir,
tanpa nampak adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk memperoleh gambaran
mengenai kebenaran dan motif yang menjadi latar belakangnya;
2.tidak diselidiki siapa penyebab dari pada
perselisihan tersebut sedangkan hal ini menentukan bagi Hakim untuk memberi
keputusannya, mengingat penyebab perselisihan tidak mungkin dapat meminta cerai
berdasarkan Pasal 19 f P.P. No. 9 tahun 1975;”
38.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1513 K/PDT/1994
Tanggal
: 26 Agustus 1997
Kaidah
Hukum :
Karena petitum yang berisi
permohonan tentang perceraian dan tentang perwalian seharusnya dapat diperiksa
dan diputus dalam satu putusan, maka petitum tentang perwalian yang telah
diputus dalam bentuk penetapan harus dianggap sebagai putusan, sehingga
permohonan kasasi atas penetapan tentang perwalian itu harus dianggap sebagai
permohonan banding terhadap suatu putusan.
39.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1976 K/PDT/1994
Tanggal
: 30 Mei 1996
Kaidah
Hukum :
Merujuk pada Kepmensos 11/1977 dalam
hal SIP yang dimiliki oleh penyewa sudah habis dan tidak/belum diperpanjang,
maka ada alasan untuk menghukum penyewa untuk mengosongkan tanah dan rumah
terperkara. Namun karena kedudukan ekonomi penyewa lebih lemah dari pihak yang
menyewakan, maka pihak yang menyewakan wajib membayar pesangon kepada penyewa guna
mencari tempat tinggal pengganti yang layak sebesar 25% dari harga pasaran
tanah dan rumah sengketa.
40.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 494 K/PDT/1995
Tanggal
: 12 Desember 1995
Kaidah
Hukum :
Dengan tidak dilunasinya sisa utang
Penggugat-asal pada tanggal 28 April 1989, terbukti Penggugat-asal telah
melakukan wanprestasi (ingkar janji).
Mengenai besarnya denda
keterlambatan 10% setiap bulan dari sisa utang pokok, meskipun hal itu
diperjanjikan, denda sebesar itu tidak layak karena bertentangan dengan
kepatutan dan rasa keadilan masyarakat dan adalah patut dan adil apabila denda
keterlambatan membayar tersebut ditetapkan sebesar 3% (tiga persen) setiap
bulan x Rp.280.000.000,- (dua ratus delapan puluh juta rupiah) terhitung sejak
tanggal 8 Oktober 1991 dan sebesar 3% setiap bulan x Rp.180.000.000,- (seratus
delapan puluh juta rupiah) terhitung sejak tanggal 8 Oktober 1991 sampai dengan
sisa utang pokok dibayar lunas.
41.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 698 K/PDT/1995
Tanggal
: 5 Maret 1996
Kaidah
Hukum :
Pengadilan Tinggi telah salah
menerapkan hukum dengan menyatakan putusan Pengadilan Negeri yang telah
mempersalahkan Terdakwa dalam perkara pidana tidaklah dapat dijadikan patokan
atau dasar untuk menggugat Tergugat untuk mengganti kerugian Penggugat.
Kesalahan Termohon-kasasi/Tergugat-asal, yang telah dinyatakan terbukti
berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kendari No. 12/Pid/B/1994/PN.Kdr yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dipakai sebagai dasar mengajukan
gugatan secara perdata atas kerugian yang diderita Penggugat sebagai akibat
dari perbuatan Terdakwa (Termohon kasasi/Tergugat-asal).
42.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2743 K/PDT/1995
Tanggal
: 18 Juni 1996
Kaidah
Hukum :
Yang berhak menentukan untung rugi
suatu perusahaan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan auditor dari
Akuntan Publik. Gugatan ganti rugi, jika hanya digunakan oleh Direktur Utama
tanpa ada pengesahan dari RUPS dan akuntan publik yang menyatakan perusahaan
rugi, belum waktunya diajukan ke Pengadilan.
43.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3260 K/PDT/1995
Tanggal
: 20 Juni 1996
Kaidah
Hukum :
Sewa-menyewa rumah dengan perjanjian
tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah berlangsung sebelum
berlakunya UU 4 Tahun 1992 dinyatakan berakhir dalam waktu 3 tahun setelah
berlakunya UU tersebut.
Catatan
Penulis :
Bahwa ada hal menarik di UU 4/1992
dimana penyewa yang tidak mau meninggalkan rumah dapat dipidanakan (vide Pasal 12 ayat [1] jo. Pasal 36 ayat
[4]). Hal itu tidak diatur dalam UU yang memperbaharui UU 4/1992, yakni UU
1/2011.
44.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 507 K/PDT/1996
Tanggal
: 29 Juli 1997
Kaidah
Hukum :
Keterangan atau pengakuan salah satu
pihak berperkara yang dilakukan di luar persidangan dan tidak di bawah sumpah
tidak mempunyai kekuatan pembuktian dan tidak dapat melumpuhkan kekuatan
pembuktian surat-surat bukti yang merupakan akta autentik;
Hubungan pinjam-meminjam uang, yang
kemudian dalam rangka pelunasan utang dilanjutkan dengan jual-beli tanah
sengketa, tidak dapat membatalkan akta jual-beli yang dibuat di hadapan PPAT,
kecuali karena adanya paksaan, kekhilafan, atau penipuan.
45.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 534 K/PDT/1996
Tanggal
: 18 Juni 1996
Kaidah
Hukum :
Dalam perceraian tidak perlu dilihat
siapa penyebab percekcokan atau salah satu pihak telah meninggalkan pihak lain,
tetapi yang perlu dilihat adalah perkawinan itu sendiri, apakah masih dapat
dipertahankan atau tidak.
Catatan
Penulis :
Penggugat-awal (suami) dulu
menggugat dan ditolak, maka Penggugat-awal menghubungi Tergugat-awal yang
minggat untuk berkumpul yang ternyata Tergugat-awal tidak pulang. Alasan
minggat inilah yang dijadikan gugatan cerai lagi (kedua) dan dikabulkan oleh
PN. PT menganggap 19 f belum terbukti, tapi MA mengabulkan sebagaimana alasan
tersebut di atas.
46.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1076 K/PDT/1996
Tanggal
: 9 Maret 2000
Kaidah
Hukum :
Walaupun sudah diperjanjikan dan
disepakati oleh kedua belah pihak bahwa perjanjian wajib membayar bunga sebesar
Rp.2,5% setiap bulan, bunga tersebut perlu disesuaikan dengan bunga yang
berlaku di Bank Pemerintah, yaitu sebesar 18% setahun.
47.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1155 K/PDT/1996
Tanggal
: 17 Desember 1997
Kaidah
Hukum :
Tidaklah tepat alasan judex facti
yang menyatakan tidak berwenang mengadili perkara asuransi dengan alasan dalam
Kontrak Polis telah disepakati penyelesaian melalui arbitrase. Karena
permohonan Pemohon-kasasi adalah mengenai pembatalan Surat Pernyataan
Persetujuan Pembayaran Klaim, yang kedudukannya adalah di luar Kontrak Polis,
maka Pengadilan Negeri berwenang mengadili perselisihan ini. Jika terdapat
perselisihan tentang persetujuan pembayaran klaim yang kedudukannya di luar
Kontrak Polis, maka diterapkan perselisihan yang murni menjadi wewenang badan
peradilan.
48.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1409 K/PDT/1996
Tanggal
: 21 Oktober 1997
Kaidah
Hukum :
Apabila seseorang secara
terus-menerus menguasai/menggarap tanah dan tidak pernah memindahtangankan hak
usaha tanah tersebut kepada pihak lain dengan menerima pembayaran uang, maka ia
adalah penggarap yang beritikad baik dan patut diberi hak sebagai pemilik atas
tanah.
Catatan
Penulis :
Bahwa sebagai perbandingan, dapat
dilihat ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah :
“
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan
kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh)
tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahuluanpendahulunya, dengan syarat :
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad
baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah,
serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun
selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan
oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak
lainnya.”
49.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 935 K/PDT/1998
Tanggal
: 21 Desember 1999
Kaidah
Hukum :
Bukti tambahan tidak dapat
mematahkan sumpah suppletoir yang telah dilakukan, sebab sumpah tersebut tidak
tunduk pada pemeriksaan banding atau kasasi.
50.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 5096 K/PDT/1998
Tanggal
: 28 April 2000
Kaidah
Hukum :
1)
Pemberian/pembayaran
yang dilakukan dengan bilyet giro kepada seseorang dapat disamakan dengan
pengakuan utang, dengan demikian terbukti si pemberi mengakui mempunyai utang.
2)
Besarnya
ganti rugi atas hilangnya keuntungan yang diharapkan sesuai dengan rasa
keadilan adalah 10% per tahun terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan
Negeri sampai utang dilunasi.
51.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1354 K/PDT/2000
Tanggal
: 8 September 2003
Kaidah
Hukum :
Suami-istri yang telah pisah tempat
tinggal selama 4 tahun dan tidak saling peduli merupakan fakta adanya
perselisihan dan pertengkaran sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun
dalam rumah tangga. Hal ini dapat dijadikan alasan untuk mengabulkan gugatan
perceraian.
Catatan
Penulis :
Kaidah ini termasuk sebagai alasan
sebagaimana dalam Pasal 19 (f) PP 1/1975, yaitu adanya cekcok yang tak dapat
diharapkan damai, yang terbukti dari fakta tidak tinggal bersama dan tidak
saling peduli selama 4 tahun. Sebenarnya lebih mudah menggunakan alasan menurut
Pasal 19 (b) PP 1/1975, yaitu dengan adanya salah satu pihak yang meninggalkan
tempat kediaman bersama selama 2 tahun berturut-turut. Cekcok dalam Pasal 19
(f) PP 1/1975 sudah tidak diperlukan lagi. Hal ini pernah Penulis alami dan
sadari, yaitu sulitnya pembuktian akan adanya cekcok meskipun kenyataannya cekcok
itu luar biasa hebatnya. Suatu cekcok dalam rumah tangga pada umumnya sebuah
aib yang sebisa mungkin tidak diketahui orang lain. Tanpa diketahui orang lain,
maka minim saksi untuk pembuktian.
52.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1992 K/PDT/2000
Tanggal
: 23 Oktober 2002
Kaidah
Hukum :
1)
Bila
eksepsi tidak dipertimbangkan, putusan dinyatakan tidak sempurna (onvoldoende gemotiveerd).
2)
Surat
kuasa yang tidak menyebutkan semua nama Tergugat secara lengkap tidak
menyebabkan surat kuasa tidak sah.
53.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 126 K/PDT/2001
Tanggal
: 28 Agustus 2003
Kaidah
Hukum :
Bila terjadi perceraian,
pemeliharaan anak yang masih di bawah umur seyogianya diserahkan pada orang
terdekat dan akrab dengan si anak, yaitu ibu.
Catatan
Penulis :
Perkataan “yaitu ibu” akan
menimbulkan persepsi jika yang terdekat dan akrab dengan anak pastilah ibu,
padahal bisa saja yang dekat dengan anak dan akrab pada perkara lain adalah
ayah.
54.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1588 K/PDT/2001
Tanggal
: 30 Juni 2004
Kaidah
Hukum :
Sertifikat tanah yang terbit lebih
dulu dari akta jual-beli tidak berdasarkan hukum dan dinyatakan batal.
Penerbitan sertifikat tanah tanpa ada pengajuan permohonan dari pemilik adalah
tidak sah.
55.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3641 K/PDT/2001
Tanggal
: 11 September 2002
Kaidah
Hukum :
1)
Dalam
asas kebebasan berkontrak, hakim berwenang untuk meneliti dan menyatakan bahwa
kedudukan para pihak berada dalam keadaan tidak seimbang, sehingga salah satu
pihak berada dalam keadaan tidak seimbang, sehingga salah satu pihak dianggap
tidak bebas menyatakan kehendaknya.
2)
Dalam
perjanjian yang bersifat terbuka, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
sesuai dengan kepatutan, keadilan, dan perikemanusiaan, dapat dipakai sebagai
upaya perubahan terhadap ketentuan yang disepakati dalam perjanjian.
Catatan
Penulis :
Penggugat-awal waktu itu dalam
tahanan sehingga dalam keadaan yang tidak seimbang, meski Penggugat-awal ada
Penasihat Hukum.
56.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 252 K/PDT/2001
Tanggal
: 11 Juni 2004
Kaidah
Hukum :
Pemenang lelang dinyatakan tidak
beritikad baik dan tidak mendapat perlindungan hukum jika pemenang lelang
ternyata adalah kreditor sendiri yang membeli dengan harga jauh lebih rendah
dari agunan.
57.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 792 K/PDT/2002
Tanggal
: 3 Januari 2003
Kaidah
Hukum :
Perjanjian perdamaian yang
disepakati oleh kedua belah pihak, tanpa paksaan, dan para pihak cakap untuk
membuat perjanjian, meskipun salah satu pihak dalam status penahanan,
perjanjian tersebut adalah tidak sah.
58.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2773 K/PDT/2002
Tanggal
: 19 Mei 2004
Kaidah
Hukum :
Permohonan perlawanan untuk
membatalkan putusan arbiter adalah cacat secara formal apabila diajukan
melebihi tenggang waktu 30 hari.
59.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1498 K/PDT/2006
Tanggal
: 23 Januari 2008
Kaidah
Hukum :
1)
Dalam
keadaan tertentu, fotokopi dapat diterima sebagai bukti. Dalam perkara ini,
Majelis Hakim tingkat pertama menggunakan alat bukti fotokopi untuk menunjang
pengakuan Termohon-kasasi/Tergugat III, bahwa tanah sengketa semula milik orangtua
Pemohon-kasasi/Penggugat yang setelah beralih ke tangan Termohon
Kasasi/Tergugat II kemudian dibeli oleh Termohon-kasasi/Tergugat III.
2)
Untuk
membuktikan apakah jual-beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar,
berdasarkan asas bilijkheid beginsel,
maka yang harus membuktikannya adalah pembeli (i.c. Termohon-kasasi/Tergugat
III), karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia akan lebih
mudah untuk membuktikannya.
Catatan
Penulis :
Bilikheid = kepatutan
Beginsel
= atas dasar
Bilijkheid
beginsel = atas
dasar kepatutan
Brauchen Sie einen Geldautomaten?
BalasHapusWir haben eine geknackte ATM-Karte, mit der Sie Geld von jedem Geldautomaten abheben können, der Ihnen näher ist. Diese Karten sind in Visa / MasterCard erhältlich.
Daher funktioniert es an jedem Geldautomaten, der Visa / MasterCard überall auf der Welt akzeptiert.
Kann diese Karte verwendet werden, um Materialien im Laden zu kaufen?
Sehr gut, mit dieser ATM-Karte können Sie sie in Postfächern verwenden. Mit dieser Bankkarte können Sie es online nutzen. Wenn Sie nach dieser Karte fragen, werden Sie informiert. Es ist notwendig, immer eine neue Karte zu bestellen, wenn Sie diese nach zwei Jahren in anderen nicht weiter verfolgen. Wenn Sie unsere Karte bereits bestellt haben, kontaktieren Sie uns bitte für eine Nachfüllung. Wir möchten nur die in Ihrem Besitz befindliche Bankkarte belasten. Wie viel Zeit benötigen Sie, um eine Bankomatkarte in meinem Land zu bekommen? Wenn Sie in den Vereinigten Staaten sind, erhalten Sie eine 48-Stunden-Garantie. Wenn Sie sich außerhalb der Vereinigten Staaten befinden, wird Ihre Karte zwischen 3 und 7 Werktage Garantie erhalten. WAS IST SICHERHEIT DIESE KARTE? Es ist 100% sicher, diese Karte zu benutzen. Weil es eine Geschenkkarte sein will. NEHMEN SIE KEINE ANDERE KARTE VON DIESER KARTE? Ja, wir können diese Karte 100% sicher verwenden. Weil es eine Geschenkkarte sein will. Laden Sie eine aktive und gültige Karte, Typ oder Karte. Bitte kontaktieren Sie uns für eine Rückerstattung (Prepaid-Karten, Kredit- / Debitkarten). WIE KANN ICH DIE ATM-KARTE BESTELLEN? Senden Sie uns eine E-Mail: (allianzhacker999@gmail.com)
Wir haben auch andere Hacking-Dienste, die für Sie von Interesse sein könnten, wie Facebook, WhatsApp, Instagrame, Datenbank, Strafregister löschen, verlorene Dateien abrufen und Schulresultate verbessern. unsere Kontaktadresse über ALLIANCEHACKER999@GMAIL.COM